Jakarta, Band asal Cibubur, Royal To Champagne, hari ini resmi merilis mini album self-titled mereka ke berbagai platform digital. Rilisan ini menjadi penanda penting dalam perjalanan Royal To Champagne yang sudah terbentuk sejak enam tahun lalu, sekaligus bentuk selebrasi atas persahabatan, mimpi, dan proses tumbuh bersama yang mereka jalani sejak awal.
Mini album Royal To Champagne memuat tujuh lagu yang sebagian besar sudah ditulis sejak 2019, termasuk Dead Warm Coffee dan Catharsis. Ada juga Proper Goodbye (Our Version), yang menjadi versi terbaru dari lagu lama mereka. Versi ini dirasa paling merepresentasikan jati diri Royal To Champagne.
“Awalnya ide buat nyelesaiin album ini muncul awal 2025, waktu Andri balik ke Cibubur setelah beberapa tahun di Bandung. Kita ngumpul lagi, dan akhirnya sepakat buat beresin lagu-lagu yang sempat tertunda,” cerita Cesar. “Prosesnya sekitar empat bulan, dari Maret sampai Juli.”
Proses Panjang, Cerita yang Belum Usai
Lewat mini album ini, Royal To Champagne merangkai narasi soal pendewasaan, pertemanan, cinta, dan mimpi masa muda. Lirik-liriknya ditulis dari pengalaman pribadi, dikemas dalam urutan yang membentuk continuous storyline dari awal hingga akhir.
“Mini album ini semacam surat cinta buat diri kita yang dulu. Kita pengen bilang ke diri kita di masa remaja kalau mimpi-mimpi yang dulu kita obrolin bareng, sekarang mulai kejadian—walau pelan-pelan,” ungkap Andriligar. “Di umur 25, di fase quarter life crisis, kita masih bareng, dan masih Royal To Champagne.”
Soundtrack Kehidupan, dari Pengaruh yang Beragam sampai Suara Ayam
Secara musikal, Royal To Champagne memadukan pengaruh dari nama-nama seperti My Chemical Romance, One OK Rock, Neck Deep, hingga nuansa ala Harry Styles di beberapa bagian.
Kekuatan album ini terletak pada kesinambungan cerita antar lagu, baik dari segi lirik maupun aransemen. Tiap lagu membawa atmosfer yang berbeda, tapi tetap terasa saling terhubung. Dalam track Yarn, mereka juga berkolaborasi dengan Canakya sebagai guest vocalist. Proses kreatif album ini juga melibatkan sejumlah teman dekat. Bahkan, alat musik seperti bass yang digunakan di Yarn dan Departure dipinjam dari rekan mereka.
Beberapa momen unik turut hadir dalam proses produksi. Salah satunya, suara ayam yang secara tidak sengaja masuk ke dalam lagu Catharsis, dan akhirnya diputuskan untuk tetap dimasukkan ke versi final. Sementara dalam lagu Shiranai, mereka melibatkan teman yang merupakan penutur asli bahasa Jepang untuk memastikan akurasi lirik yang ditulis.
Cinta, Teman, dan Cerita yang Menyatu
Setiap lagu punya kisahnya sendiri. Proper Goodbye, misalnya, ditulis oleh Bayu untuk mantannya enam tahun lalu—yang kini, secara tak terduga, akan segera menjadi istrinya. Lirik-lirik lain menyimpan potongan kenangan, pencarian, dan harapan, yang disatukan jadi cerita oleh keempat personel.
Meski belum memiliki rencana showcase atau tur dalam waktu dekat, Royal To Champagne berharap mini album ini bisa menjangkau lebih banyak pendengar dan jadi teman perjalanan bagi siapa pun yang sedang merasa lelah, bingung, atau bertanya-tanya soal arah hidup.
“Kita pengen orang yang dengerin bisa ngerasa ditemenin. Bahwa gak apa-apa kalau belum sampai mana-mana. Yang penting terus jalan, inch by inch.”
Tracklist:
Proper Goodbye (Our Version)
Let’s Fxxxing Go
Dead Warm Coffee
Catharsis
知らない
Yarn (feat. Canakya)
Departure
Tidak ada komentar:
Posting Komentar