[profile] mohohero
Unit audiovisual asal Malang, Monohero, resmi merilis debut albumnya yang bertajuk Awake pada tanggal 2 Februari 2020. Menyertakan 3 single yang telah dilepas sebelumnya: “Antah Berantah”, “Lonely”, dan “Desember Jangan Menangis”, rilisan teranyar trio ini sudah bisa dinikmati di berbagai gerai digital seperti Spotify, Apple Music, iTunes, dan banyak lainnya. Album ini juga tersedia dalam rilisan fisik yang bisa dibeli dengan sistem pre-order melalui akun resmi Monohero di berbagai platform.
Terdiri dari 6 lagu berlirik dan 4 komposisi instrumental, Awake adalah sebuah album yang mempunyai benang merah pada konsep pengembaraan manusia. Ketiga personel Monohero menyampaikan jika kata “Awake” bisa dibaca sebagai “awake” (bahasa Inggris) yang berarti “terbangun/tersadar”, sekaligus “awak’e” yang dalam bahasa Jawa berarti “Diri kita.”
“Beberapa lirik di dalam Awake seperti sebuah peringatan, terutama teruntuk diri saya sendiri". Kata per katanya didapat dari saduran sebuah kisah megah hingga hancurnya sebuah pikiran dan hati. Khayalan yang seolah-olah nyata, harapan yang seolah-olah tercapai, kemudian melupakan dan seolah-olah terlupakan. Sangat drama memang, bisa juga terlalu mendramatisir,” kata Arie Omen sebagai vokalis sekaligus lirikus unit ini.
[artwork] monohero-awake
Dari 6 lagu berlirik di album ini, tercatat 5 di antaranya menggunakan bahasa Jawa. Omen mengakui hal ini disebabkan dirinya yang banyak terinspirasi oleh falsafah Jawa. “Semisal kayak lagu ‘Tulak Bala’. Itu ‘kan tembang tradisional masyarakat Jawa. Sebuah doa menolak malapetaka,” tukas pria yang gemar membaca buku-buku fiksi ini.
Dari sisi musikal, MF Wafy sebagai komposer unit ini tetap menghadirkan formula musik elektronik dengan nuansa psychedelic & ambient yang kental. Ia menyimpulkan secara garis besar album ini didominasi suasana gelap dan sendu dengan sedikit ornamen keceriaan di sekelilingnya. “Aku juga baru sadar setelah selesai rekaman semua. Lhoh, ternyata gelap juga ya overall album ini. Meskipun ada trek-trek seperti ‘Ajna’ & ‘Muladhara’ yang agak mencerahkan suasana,” kata Wafy.
Tak hanya itu, ia juga menaruh perhatian khusus kepada penataan tracklist album Awake. “Ya, sejak awal, aku sudah mengurutkan materi-materi yang ada di album ini menjadi sebuah kesatuan. Dari trek pertama berjudul “Tulak Bala”, hingga ke trek terakhir berjudul “Antah Berantah”. Dari fase manusia berdoa berjalan, sampai bingung dan tersesat sekaligus tercerahkan di saat yang sama,” pungkasnya.
Dari segi visual, Alfian Roesman alias Beb, supervisor visual Monohero, mengaku menghabiskan banyak waktu untuk membuat konsep visual album ini. “Setiap orang punya interpretasi sendiri terhadap album ini. Kadang kami butuh diskusi panjang buat menyatukan konsep musikal dan visual Monohero,” tutur dirinya. Sejalan dengan konsep album Awake yang tertulis di atas, “perjalanan” dipilih Beb sebagai benang merah tata rupa album ini.
Tidak sendiri, ia dibantu oleh seorang penulis bernama Imarotul Izzah dalam realisasi proyek ini. Beb memberikan benang merah ceritanya ke Ima, panggilan akrab Imarotul, untuk kemudian dikarang menjadi sebuah cerita. Cerita ini lalu diterjemahkan kembali ke dalam ilustrasi buatannya. Karya Beb dan Ima ini bisa didapatkan dalam setiap rilisan CD Awake.
Proses album ini memakan waktu yang cukup lama, yaitu 2 tahun. Sesi rekaman dilakukan di Monohero Studio, home studio milik Wafy dan juga Audionails Studio di kota Malang. Setelah selesai, semua materi tersebut kemudian mengalami proses mixing dan mastering oleh Navis Hamami (Audionails Studio) dan Wafy sendiri.
Berbagai kendala turut hadir dalam penggarapan Awake. Hal-hal teknis, personal hingga masalah penyempurnaan di sana-sini turut berkontribusi dalam tertundanya album ini. “Sebenarnya sudah lama dikerjakan, tetapi tertunda terus. Pernah satu waktu ketika hampir seluruh materi telah selesai, datanya terserang virus hingga kami harus mengulanginya dari awal,” tutur Beb.
Faktor live performance juga diakuinya sebagai salah satu penyebab tertundanya album ini. “Karena keasyikan live ya, jadi kadang malah malas nyelesai’in. Akhirnya kami berkomitmen untuk ‘puasa manggung’ sampai album ini benar-benar dirilis,” lanjutnya.
Tentu saja, ketiga personel Monohero di atas merasa lega dengan dirilisnya album ini. Wafy mengibaratkannya seperti melahirkan seorang anak yang telah lama dinanti. “Album ini telah lahir.Lega pasti. Tetapi pertanyaannya setelah ini apa? Apakah karya ini bisa memberikan sesuatu- minimal kepada diri kami sendiri, ataukah hanya ah yoweslah? Ya, mari kita lihat nanti sembari berproses kembali,” kata Wafy.
Omen sendiri memiliki pendapat tentang dirilisnya album ini.
“Album ini dan juga Monohero bagi saya adalah sebuah obat & pengingat akan berbagai keresahan saya. Kadang saya bingung dengan hidup, terus tersesat. Akhirnya ketemu mas Wafy & mas Beb, terus bermusik, bikin lagu, terus gak kerasa lahir sebuah album, dia menyampaikan secara antusias, “Perjalanan dengan Monohero adalah perjalanan menemukan diri saya sendiri.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar