Sidang skripsi yang tak biasa dan unik, para mahasiswa bergantian mempresentasikan hasil karyanya di depan dosen pembimbing, penguji dan penonton yang memadati gedung Lab. Drama E6 Fakultas Sastra UM, bentuk presentasi berbeda pada presentasi pada sidang-sidang skripsi umumnya, sidang yang ditempuh mahasiswa konsentrasi musik diharuskan melaksanakan praktek dan mempergelarkan langsung karyanya dalam bentuk pertunjukan musik.
"Seru aja, kalo biasanya sidang skripsi itu ya menegangkan, kalau ini sepertinya tidak, sangat menikmati", ungkap Shafira, salah satu penonton yang hadir dalam gelaran kali ini, pada acara itu sidang skripsi ditampilkan praktek langsung, karena memang yang diujikan sebuah karya musik, sehingga benar-benar digarap dengan serius, berikut tata panggung, kostum dan properti lainnya.
keempat karya yang diujikan hari itu ada "Sehari 5 Waktu" oleh Ramadhan Duta Paranugraha, kedua ada karya dengan judul "Nugroho" oleh Risandy Eka Nugraha, ketiga ada "Dwi Mangsa" oleh Bayu Anggara dan yang terakhir ada "Daksayini Caritra" oleh Eka Catra, dan keempat mahasiswa tersebut adalah mahasiswa konsentrasi musik angkatan 2014.
"Sehari 5 Waktu", oleh Ramadhan Duta,
Foto oleh: Mahasiswa PSTM UM
acara dibuka dengan energik dari buah karya yang berjudul "Sehari 5 Waktu", musik yang mendeskripsikan bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan lewat keilmuan yang mencakup sejarah islam dari segmen 5 waktu, yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya, karya ini dikemas dalam bentuk musik Jazz dengan genre free jazz, karya itu merupakan karya yang dibuat oleh Ramadhan Duta Paranugraha dan ditampilka dengan sangat menghibur lewat pemusik/pendukung kurang-lebih 20 personil masing-masing dengan instrument Bass, dum, piano, violin, viola, cello, trumpet, saxophone, melophone, bariton dan juga gitar.
"Nugroho", oleh Risandy Eka,
Foto oleh: Mahasiswa PSTM UM
Kemudian dilanjutkan dengan karya "Nugroho", yang dibawakan dalam bentuk kelompok Keroncong, karya yang begitu sederhana, tapi mempunyai makna yang dalam, karya yang hadir menceritakan masa anak-anak (masa kecil), karya yang dibuat oleh Risandy Eka Nugraha ini lantas membawa para penonton seperti diajak untuk bernostalgi kemasa-masa kecil, dimana fase kehidupan disana banyak dirindu, alunan flute, cak cuk dan juga cello dengan kompak mengiringi karya Risandy yang kebetulan ikut memainkan instrument bass pada karyanya ini.
Tampilan berbeda ditunjukkan pada karya dari Bayu Anggara, karya yang ditampilkan menggunakan format double quartet, dengan format yang beda dari sebelumnya Bayu Anggara dengan karyanya "Dwi Mangsa" benar-benar berhasil menjadi pembeda pada hari itu, menurut Bayu karya ini merupakan karya yang menceritakan tentang dua musim, lebih jauh ia juga menjelaskan tentang karyanya, "jadi bukan hanya tentang terik dan dingin, tapi disana ada perjuangan, kenangan dan tentu saja harapan, bahwa kita sebagai manusia seutuhnya harus selalu bersyukur, tak mengeluh panas ketika hujan tertahan, dan tak merindu hujan ketika kemarau datang", uangkap Bayu.
Ia juga bercerita bahwa karya di dalamnya merupakan hasil pengamatannya selama berada di kampung halamannya yaitu Pasuruan, karya yang ditampilkan "Dwi Mangsa" sendiri terbagi menjadi empat bagian, dua bagian awal tentang musim kemarau dan dua bagian akhir tentang musim hujan.
"Dwi Mangsa", oleh Bayu A.
Foto oleh: Mahasiswa PSTM UM
"Daksayini Caritra", oleh Eka Catra
Foto oleh: Mahasiswa PSTM UM
Setelah tiga tampilan dari karya sebelumnya, tibalah pada karya terakhir dengan judul "Daksayini Caritra", sebuah karya yang ditampilkan lebih menunjukkan dan mengangkat cerita rakyat Jawa pada dulu kala, konon lahirnya sebuah legenda "Dewi Sri" yang menjadi kepercayaan rakyat jawa khususnya petani di tampilkan dalam bentuk musik oleh Eka Catra, yang kemudian dalam sinopsis karyanya dikenal dengan nama Dewi Padi, karya dari Eka Catra lebih spesifik mengangkat cerita tentang perjalanan seorang petani padi yang ada di Kecamatan Kesamben, Blitar Jawa Timur, patani sukses itu sampai hari ini masih memegang kepercayaannya kepada Dewi Sri, kemudian di enterpretasikan kedalam bentuk musik (orkestrasi).
Ersa, salah satu penonton yang juga hadir mengaku menyukai karakter musik dari ke-empat karya yang di ujikan, ia bahkan mengungkapkan sangat kaget ketika benar ada ujian skripsi seperti itu, "dari masing-masing karya menyuguhkan hal menarik dan tak biasa, sangat suka, gak kerasa empat Jam lebih ada disini, dan UM keren ya", ungkapnya.
Selama kurang-lebih empat jam para penonton yang berjumlah sekitar 120 orang termasuk para dosen dan juga undangan disuguhkan empat karya yang menarik ini, bahkan Ibu Ninis, salah satu orang tua dari mahasiswa yang ikut ujian merasa bangga dengan apa yang dicapai ke-empat mahasiswa itu, "rasanya ya senang sekali, saya berharap hal semacam ini terus ada, mahasiswa musik UM selanjutnya harus lebih bagus dari ini", tutupnya.
Kontributor: Aldike
Editor: Fajar Sandy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar